Analisis Semiotika Pada Film “Alangkah Lucunya Negeri Ini” Karya Musfar Yasin


ANTUSIASME KERJA DALAM FILM DOKUMENTER
(Analisis Semiotika Pada Film “Alangkah Lucunya Negeri Ini” Karya Musfar Yasin)

JURNAL

Diajukan Untuk Memenuhi tugas UAS Mata Kuliah Analisis Teks Media
Dosen Pengampu: Agus Saifuddin Amin, M.SI.



Oleh:
Sitti Nurul Hasanah
NIM: 18201502060025






PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
JURUSAN SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA
2018

ANTUSIASME KERJA DALAM FILM DOKUMENTER
(Analisis Semiotika Pada Film “Alangkah Lucunya Negeri Ini” Karya Musfar Yasin)


Sitti Nurul Hasanah

Abstrak
Jurnal ini berisi tentang analisis kualitatif pesan moral yang bersifat tampak (manifest) dan pesan moral yang bersifat tersembunyi (latent message) dalam film berjudul “Alangkah Lucunya Negeri Ini”. Film “Alangkah Lucunya Negeri Ini” merupakan film documenter yang berbentuk perjuangan dan antusiasme kerja. Film ini bercerita tentang potret kehidupan negara Indonesia yang jauh dari kata damai dan aman, menggambarkan seoran pengangguran yang berusaha keras mencari peluang kerja hingga akhirnya bertemu dengan seorang pencopet yang kemudian dalam pertemuan tersebut ia mendapat peluang kerja. Jurnal ini difokuskan pada moral dalam hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia lain, dan manusia dengan diri sendiri. Metode penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan teknik analisis semiotika Roland Barthes. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa untk pesan moral yang tampak dalm film “Alangkah Lucunya Negeri Ini”adalah moral dalam hubungan manusia dengan Tuhan yang berupa percaya kepada Tuhan. Moral dalam hubungan manusia dengan manusia yang berupa kekeluargaan, kepedulian, kepercayaan, tolong-menolong. Moral dalam hubungan manusia denan diri sendiri yang berupa jujur, takut, keberanian, kecerdikan, harga diri, bangga, dan keraguan. Sedangkan analisis yang diperoleh untuk pesan moral yang tersembunyi dalam film “Alangkah Lucunya Negeri Ini” adalah moral dalam hubungan manusia dengan Tuhan yang berupa bersyukur dan kepercayaan terhadap kuasa Tuhan. Moral dalam hubungan manusia dengan manusia yang berupa kasih sayang, kepedulian, pengorbanan, kekeluargaan, goton royong. Moral dalam hubungan manusia dengan diri sendiri yang berupa takut, jujur, bangga, harga diri, kecerdikan, kerja keras, keberanian, dan kekecewaan.

KATA PENGANTAR
            Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya sehingga saya dapat menyelesaikan jurnal ini dengan judul “ANTUSIASME KERJA DALAM FILM DOKUMENTER (Analisis Semiotika Pada Film “Alangkah Lucunya Negeri Ini” Karya Musfar Yasin)”. jurnal ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Analisis Teks Media.
            Saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga jurnal ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. jurnal ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat saya harapkan demi sempurnanya jurnal ini.
            Saya berharap jurnal ini dapat memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan intelektual bagi kita semua. Serta sebagai tambahan referensi bagi yang membutuhkan.






                                                                             Pamekasan, 10 April 2017



                                                                            Penulis,


BAB 1
Pendahuluan

A.  Latar Belakang
Abad ini disebut abad komunikasi massa. Karena komunikasi telah mencapai tingkat di mana orang mampu berbicara dengan jutaan manusia secara serentak dan serempak. Teknologi komunikasi mutakhir telah menciptakan apa yang disebut “publik dunia” atau Weltoffentlichkeit (Dofivat, 1967). Pendaratan manusia di bulan, kunjungan Soeharto ke Amerika Serikat, pembunuhan massal di Libanon dapat disaksikan di seluruh penjuru bumi. Bersamaan dengan perkembangan teknologi komunikasi ini, meningkat pula kecemasan tentang efek media massa terhadap khalayak.[1]
Komunikasi massa merupakan media yang sangat berpengaruh bagi manusia. Kerjanya ibarat jarum hipodermik atau teori peluru yang banyak dicetuskan oleh pakar ilmu komunikasi, di mana kegiatan mengirimkan pesan sama halnya dengan tindakan menyuntikkan obat yang dapat langsung merasuk ke dalam jiwa penerima pesan.[2] Media disini bisa berupa media cetak, elektronik, maupun online. Salah satu media  yang sangat diminati saat ini adalah media massa berupa film.
Film merupakan salah satu media massa yang digunakan sebagai sarana informasi, tidak hanya itu saja, film juga merupakan sarana hiburan. Film menjadi salah satu media massa yang cukup efektif dalam menyampaikan suatu informasi kepada publik. Gambar bergerak (film) ini merupakan bentuk dari kumunikasi massa audio visual. Lebih dari ratusan juta orang menonton film baik itu di bioskop, televisi, maupun melalui media lainnya di setiap harinya. (Ardianto, Komala dan Karlin, 2007: 143)
Film dapat mencerminkan kebudayaan suatu bangsa, bahkan melalui film kebudayaan tersebut mulai dipengaruhi oleh budaya-budaya luar. Film berfungsi sebagai sebuah proses sejarah atau proses budaya suatu masyarakat yang disajikan dalam bentuk gambar hidup (film). Melalui film masyarakat dapat melihat langsung dan secara nyata dapat mengetahui apa saja yang terjadi di dunia pada masa tertentu. Terkadang film dapat mengandung fungsi informatif, edukatif, maupun persuasif.
Seiring perkembangan zaman, film mulai dijadikan bahan penelitian komunikasi. salah satu film yang menarik untuk diteliti adalah “Alangkah lucunya negeri ini”. Film ini dipilih karena mengankat kisah nyata dari negara kita Indonesia. Alurnya dilingkupi dengan sebuah perjuangan seorang sarjana S1 yang sudah 2 tahun menjadi pengangguran dan ingin mengubah daerahnya yang terpuruk dalam kemiskinan. Film ini dirilis pada tanggal 15 April 2010 yang ditulis oleh Musfar Yasin dan disutradarai oleh Deddy Mizwar.
Film “Alangkah lucunya negeri ini” menggambarkan betapa kerasnya hidup menjadi pengangguran. Letihnya mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun, tidak sedikit pun Muluk (Reza Rahadian) merasa putus asa, ia selalu mencari peluang hingga akhirnya bertemu dengan pencopet. Disinilah Muluk mulai menemukan peluang pekerjaan. Tidak hanya itu saja, film ini juga menceritakan betapa masyarakat tidak peduli akan pentingnya pendidikan melihat banyaknya sarjana yang pengangguran. Sehingga, kejahatan dan pencopetan semakin merajalela. Selain itu, film yang diperankan oleh  aktor terkenal Reza Rahadian ini dapat membuat para penonton sadar betapa mirisnya negara Indonesia. Melalui film ini sang sutradara seakan mengajak penonton untuk membuka mata dan melihat kenyatan yang sebenarnya dibalik kekayaan sumber daya alam, budaya dan sember daya manusia di negara Indonesia. Pesan yang ingin disampaikan begitu terasa di akhir film.
Berdasarkan latar belakang film tersebut, perlu adanya penelitian secara mendalam pada aspek cerita film ini, guna memahami pesan-pesan yang akan disampaikan dalam sebuah film melalui pendekatan semiotika Roland Barthes. Sebab dalam industri perfilman, khususnya bagi sutradara ada pesan atau simbol-simbol yang ingin disampaikan kepada masyarakat melalui film.  Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti memilih judul Antusiasme Kerja dalam Film Dokumenter (Analisis Semiotika Pada Film “Alangkah Lucunya Negeri Ini” Karya Musfar Yasin).




B.  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana makna denotasi dan konotasi dalam film “Alangkah lucunya negeri ini”?
2.      Apa pesan yang terkandung dalam film “Alangkah lucunya negeri ini”?


C.  Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah penelitian di atas, secara spesifik penelitian ini bertujuan untuk:
1.      Mengetahui makna denotasi dan konotasi yang terdapat dalam film “Alangkah lucunya negeri ini”.
2.      Mengetahui pesan yang terkandung dalam film “Alangkah lucunya negeri ini”.


D.  Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang sekiranya dapat diperoleh dari penelitian ini, antara lain:
1.      Manfaat akademisi, senantiasa menjadi karya ilmiah yang dapat memberi kontribusi dalam pemahaman semiotika pada film, menjadi sumber informasi serta referensi bagi peneliti yang sekiranya ingin melakukan penelitian yang serupa di kemudian hari.
2.      Manfaat praktis, memotivasi para sineas untuk semakin giat lagi dalam memproduksi film melalui tema-tema yang menarik dan berkualitas serta sarat makna.
3.      Masyarakat/umum, menambah wawasan masyarakat, agar semakin menyadari betapa pentingnya pendidikan dan kerja sama, mendorong masyarakat untuk lebih peka dalam memaknai pesan tersirat dalam sebuah film.

E.       Metode Penelitian
1.      Metode penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu metode penelitian yang berusaha menggambarkan atau melukiskan objek yang diteliti berdasarkan fakta yang ada di lapangan.[3]
Dalam penerapannya, pendekatan kualitatif menggunakan pengumpulan data dan metode analisis yang bersifat nonkuantitatif, seperti penggunaan instrument wawancara mendalam dan pengamatan.[4] Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif yang berfokus pada penelitian non hipotesis sehingga dalam langkah penelitiannya tidak perlu merumuskan hipotesis.[5]

2.      Objek penelitian dan unit analisis
Objek penelitian ini adalah film “Alangkah lucunya negeri ini”. Sedangkan unit penelitiannya adalah keseluruhan scene yang terdapat dalam film “Alangkah lucunya negeri ini” yang diteliti, yang mana berkaitan dengan bentuk-bentuk penyampaian pesan.
3.      Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data terbagi menjadi dua, yaitu: 1) Data primer adalah data yang diperoleh dari rekaman video original film “Alangkah lucunya negeri ini” scene yang dianggap memuat penyampaian pesan-pesan moral. 2) Data sekunder adalah data yang diperoleh dari literator seperti kamus, internet, jurnal, buku-buku yang berhubungan dengan penelitian, catatan kuliah dan sebagainya.
4.      Teknik penelitian
Teknik penelitian terdiri atas dua bagian, yaitu: 1) Observasi adalah melakukan pengamatan secara langsung dengan cara menonton dan mengamati dengan teliti dialog-dialog serta adegan-adegan dalam film “Alangkah lucunya negeri ini”. Kemudian mencatat dan menganalisa sesuai dengan model penelitian yang digunakan. 2) Studi komunikasi (document research) yaitu penulis mengumpulkan data-data melalui telaah dan mengkaji berbagai literator yang relevan dengan materi penelitian.
5.      Teknik analisis data
Setelah data primer dan sekunder terkumpul, kemudian diklarifikasikn sesuai dengan pertanyaan penelitian yang telah ditentukan. Setelah itu, dilakukan analisis data dengan menggunakan teknik analisis semiotika Roland Barthes. Roland Barthes mengembangkan semiotika menjadi dua tingkatan pertandaan, yaitu tingkat denotasi dan konotasi yang menghasilkan makna secara objektif untuk memahami makna yang tersirat dalam film “Alangkah lucunya negeri ini”.

F.   Tinjauan pustaka
Tinjauan pustaka yang menjadi rujukan penulis, yaitu:
1)      “Analisis Semiotika Film A Mighty Heart” oleh Rizky Akmalsyah, tahun 2010, UIN Jakarta.
2)      “Analisis Isi Kualiatif Pesan Moral dalam Film Berjudu Kita Versus Korupsi” Elita Sartika, tahun 2014.
Kedua skripsi di atas menjadi acuan penulis. Namun dalam penelitian ini, penulis akan tetap melakukan penelitian yang berbeda. Objek penelitian penulis adalah film nasional yang menggunakan pendekatan analisis semiotika Roland Barthes.
Film ini sengaja diambil karena belum ada mahasiswa yang meneliti film nasional tersebut. Sehingga penelitian ini dapat menambah referensi penelitian film. Khususnya, film yang merujuk pada kerja keras seorang pengangguran, sehingga dapat menjadi bahan referensi tambahan. 




















BAB 2
TINJAUAN TEORITIS

A.  Tinjauan Umum Tentang Film
1. Sejarah dan Perkembangan Film
Berawal dari sebuah mimpi “aku ingin membuat gambar yang bergerak”, yang tersimpan kira-kira 17.000 tahun yang lalu di gua Altamira, Spanyol. Ditemukan gambar hewan berkaki banyak yang kemudian para ahli sejarah menyatakan bahwa bisa saja gambar tersebut merupakan sebuah impian manusia zaman purbakala untuk membuat gambar bergerak. Hal ini menjadi cikal bakal terlahirnya film dari zaman purbakala. Para ahli sejarah juga menjelaskan bagaimana dahulu manusia berkomunikasi dengan menggunakan obor sebagai tanda mengirim pesan.[6]
Berdasarkan penemuan diatas, muncullah gagasan untuk membuat foto bergerak. Edward Muybridge, mahasiswa Standford University mencoba membuat 16  foto atau frame kuda yang sedang berlari. Dari ke-16 foto kuda tersebut, Muybridge mencoba merangkai dan menggerakkan secara berurutan. Hasilnya, foto tersebut terlihat hidup dan berhasil menjadi foto bergerak pertama di dunia. Sejarah mencatat peristiwa itu pada tahun 1878, dari sinilah muncul ide untuk membuat film. Sejak saat itu, banyak orang yang berbondong-bondong mulai membuat foto bergerak dan bergulat untuk memperbaiki mesin proyektor. Marey salah satu penemu asal Prancis yang mampu membuat foto bergerak. Selain itu Thomas Alva Edison “sang raja penemu” juga sedang berkutat dalam pembuatan film. Penemuannya berbeda dengan penemuan yang lainnya, yaitu sebuah alat berbentuk kotak dinamakan kinetoscope (alat untuk memproyeksikan gerak) dan orang dapat mengintip melalui jendela kecilnya. Di dalamnya terdapat pita film endores sepanjang 17m, sehingga film yang sama bisa dilihat berulang kali.[7]
Beberapa tahun kemudian, negara yang dikenal adidaya, Amerika Serikat memproduksi film pertamanya yang berjudul Munkey Shines No. 1. Gambar orang yang ‘blur’ dengan latar hitam yang sedang melakukan gerakan-gerakan tangan dalam beberapa detik. Demikianlah pada tahun 80-an dianggap sebagai tahun film terlahir sampai saat ini.
2. Klasifikasi Film
Dalam pengklasifikasikan film berawal dari klasifikasi drama yang lahir pada abad XVIII. Klasifikasi drama ini muncul berdasarkan jenis stereotip manusia dan terhadap hidup dan kehidupan. Ada berbagai jenis naskah drama yang dikenal saat itu, di antaranya lelucon, opera balada, komedi, tragedy. Selanjutnya berbagai macam jenis drama itu diklasifikasikan menjadi 4 jenis, yaitu: tragedy (duka cita), komedi (drama ria), melodrama, dan dagelan (farce).[8]
3. Struktur dalam Film
Ada beberapa teknik dalam pengambilan gambar yang mampu membuat penonton berdecak kagum terhadap film yang dilihat:
a)    Sudut pengambilan gambar
·         Bird Eye View, pengambilan gambar dilakukan dari atas ketinggian tertentu sehingga memperlihatkan lingkungan yang sedemikian luas . pengambilan gambar biasanya menggunakan helicopter maupun dari gedung-gedung yang tinggi.
·         High Angle, sudut pengambilan gambar tepat di atas objek, pengambilan gambar seperti ini memiliki arti yang dramatic yaitu kecil atau kerdil.
·         Low Angle, pengambilan gambar diambil dari bawah objek. Kesan yang ditimbulkan adalah keagungan atau kejayaan.
·         Aye Level, mengambil sudut sejajar degan mata objek, tidak ada kesan dramatic tertentu, yang ada hanya memerlihatkan pandangan mata seseorang yang berdiri.
·         Frog Level, sudut pengambilan gambar ini diambil sejajar dengan permukaan tempat objek berdiri, seolah-olah memperlihatkan objek menjadi sangat besar.
B. Tinjauan Umum Semiotika
1. Konsep Semiotika
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untu mengkaji tanda. Semotika, atau dalam istilah Barthes semiologi pada daasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan memaknai hal-hal. Memaknai dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan. Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal ini di mana objek itu hendak berkomunikasi tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda.[9]
Banyak para tokoh yang menggeluti bidang semiotic atau semiotika, yaitu:
a.       Charles Sanders Peirce, yang terkenal karena teori tandanya.
b.      Ferdinand de Saussure, dengan struktualisme Levi-Strauss.
c.       Roman Jakobson, seorang teoritikus.
d.      Louis Hjelmslev, yang mengembangkan sistem dwipihak (dyadic system).[10]
2. Konsep Semiotika Roland Barthes
Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang mempraktikkan model linguistic dan semiologi Saussurean. Ia lahir pada tahun 1915 dari keluarga kelas menengah di Cherbourg dan dibesarkan di Bayonne, kota kecil dekat dengan pantai Atlantik di sebelah barat daya Prancis. Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca (the reader). Konotasi, walaupun merupakan sifat asli tanda tapi membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi.[11]
Dalam konsep Barthes, terdapat tanda konotatif yang bukan hanya sekedar memiliki makna tambahan, namun juga mengandung kedua bagian tanda denotative yang melandasi keberadaannya. Semiologi Roland Barthes dan para pengikutnya mengungkapkan bahwa denotasi merupakan sistem signifikasi tingkat pertama, sementara konotasi tingkat kedua. Dalam hal ini denotasi justru lebih diasosiasikan dengan ketertutupan makna.
Dijelaskan pula dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideology yang disebutnya sebagai mitos dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu. Di dalam mitos juga terdapat pola tiga dimensi penanda, petanda, dan tanda. Barthes juga menyatakan bahwa mitos merupakan sistem komunikasi, karena mitos ini merupakan sebuah pesan pula. Ia menyatakan mitos sebagai modus pertandaan, sebuah bentuk, sebuah tipe wicara yang dibawa melalui wacana.[12]
3. Gambaran Umum Film “Alangkah Lucunya Negeri Ini”
Film “Alangkah Lucunya Negeri Ini” mengisahkan tentang seorang pemuda yang sudah dua tahun menganggur dan mencari pekerjaan namun tidak kunjung menemukan pekerjaan. Ia bernama Muluk dan hanya tinggal bersama bapaknya, ia tidak pernah putus asa. Pertemuannya dengan pencopet bernama Komet tak disangka membuka peluang pekerjaan bagi Muluk. Komet membawa Muluk ke markasnya untuk diperkenalkan dengan bosnya bernama Jarot. Muluk yang terkejut karena banyaknya anak-anak seusia Komet berada di markas tersebut dan bekerja sebagai pencopet memberanikan diri untuk berkenalan dengan bos Jarot. Akal Muluk berputar dan melihat peluang yang ia tawarkan kepada Jarot. Ia meyakinkan Jarot bahwa ia dapat mengelola keuangan mereka dan meminta imbalan 10% dari hasil mencopet, termasuk biaya mendidik mereka. Usaha yang dikelola muluk berbuah, namun di hati kecilnya tergerak niat untuk mengarahkan para pencopet agar mau mengubah profesi mereka menjadi tukang asongan. Dibantu  kedua rekannya yang juga sarjana pengangguran, muluk membagi tugas mereka untuk mengajar agama, budi pekerti dan kewarga negaraan.[13]
4. Makna Denotasi dan Konotasi
Sudah banayak dari industry perfilman local yang memproduksi film baik  itu di negara sendiri atau pun di luar negaranya. Film akan terasa lebih nyata dan utuh dengan memproduksi film sesuai dengan tempat kisah itu berasal. Seperti film “Alangkah Lucunya Negeri Ini” yang disutradarai langsung oleh Deddy Mizwar.









Denotasi
Terlihat seorang pemuda yang menyusuri jalan mencari pekerjaan, berjalan melewati kerumunan orang di pasar dan menemukan kejanggalan yang ada di dalam pasar hingga memergoki anak yang sedang beraksi (mencopet). Kemudian ia mengikuti pencopet tersebut dan menangkapnya, namun pencopet tersebut acuh dan meninggalkannya. Akhirnya ia mengikuti pencopet yang mengajaknya ke markasnya dan memperkenalkannya kepada bosnya. Ia menemukan peluang kerja setelah bertemu bos pencopet tersebut dan melihat kondisi anak-anak terlantar yang tidak berpendidikan menjadi pencopet. Ia mulai berpikir dan mengelola keuangan hasil anak-anak mencopet dengan jatah 10% dari hasil mereka mencopet. Kemudian pemuda tersebut tergerak untuk mengajarkan etika dan agama kepada ank-anak pencopet dengan mengajak dua temannya. Akhirnya kerja kerasnya membuahkan hasil dan menyarankan anak-anak untuk berhenti mencopet dan beralih profesi sebagai pedagang asongan, namun hanya sebagian saja yang mau berhenti mencopet termasuk pencopet yang pertama kali ia temui. Namum, pada akhirnya ia merelakan dirinya dibawa oleh satpol pp demi menyelamatkan anak-anak didiknya yang sedang berdagang dari kejaran para satpol pp.






Konotasi
Usahanya yang ingin mendapatkan pekerjaan setelah hampir dua tahun menganggur tidak kunjung membuahkan hasil, namun ia tidak putus asa. Ia percaya bahwa Tuhan akan memberikannya jalan keluar untuk masalahnya hingga ia menemukan peluang kerja dari seorang pencopet. Hatinya tersentuh untuk mengubah pola pikir anak-anak pencopet yang memandang rendah pendidikan. Ia mulai berpikir, mengelola keungan hasil mereka mencopet. Dengan cara itu ia mulai menanamkam dan mengajarkan pendidikan sedikit demi sedikit dan mulai mengajak kedua temannya untuk membantunya mengajar dan mendidik anak-anak pencopet tersebut. Harapannya adalah tidak lain hanya untuk menyadarkan mereka para pencopet bahwa betapa pentingnya pendidikan dan agama. Mengajarkan kebersihan, persaudaraan hingga cara mengelola usaha ia ajarkan kepada mereka pemuda calon penegak keadilan. Meski awal usaha tersebut salah namun ia tahu semua itu ia lakukan semata-mata demi membangun karakter baik kepada para pencopet.

5. Pesan yang Disampaikan Film “Alangkah Lucunya Negeri Ini”
Pendidikan sangat penting bagi kita, terutama bagi generasi-generasi muda penerus bangsa. Dengan pendidikan dan karakter yang baik kita bisa dengan mudah mengatasi masalah hidup, ekonomi, sosial, dan budaya. Usaha dan kerja keras tanpa putus asa akan membuahkan hasil yang lebih baik, seperti halnya yang dilakukan Muluk. Pemikiran yang positif yang ia tanamkan kepada para pencopet membuatnya tersenyum bangga karena keberhasilannya meski pada akhirnya kebahagiaan itu direnggut oleh kejamnya satpol pp yang dengan tanpa hati membawanya. Namun dengan berat hati ia tersenyum kepada anak didiknya. Hal ini ia lakukan untuk menyampaikan bahwa apa yang mereka lakukan adalah benar. Pekerjaan yang baik akan menghasilkan hal-hal baik pula di kemudian hari, jangan pernah putus asa, berjuanglah dalam menegakkan keadilan, mengubah masa-masa suram menjadi masa-masa yang indah penuh warna.

















BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Film merupakan salah satu media massa yang digunakan sebagai sarana informasi, tidak hanya itu saja, film juga merupakan sarana hiburan. Film menjadi salah satu media massa yang cukup efektif dalam menyampaikan suatu informasi kepada publik. Gambar bergerak (film) ini merupakan bentuk dari kumunikasi massa audio visual. Lebih dari ratusan juta orang menonton film baik itu di bioskop, televisi, maupun melalui media lainnya di setiap harinya.
2. Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untu mengkaji tanda. Semotika, atau dalam istilah Barthes semiologi pada daasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan memaknai hal-hal. Memaknai dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan. Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal ini di mana objek itu hendak berkomunikasi tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda.
3. Pendidikan sangat penting bagi kita, terutama bagi generasi-generasi muda penerus bangsa. Dengan pendidikan dan karakter yang baik kita bisa dengan mudah mengatasi masalah hidup, ekonomi, sosial, dan budaya. Usaha dan kerja keras tanpa putus asa akan membuahkan hasil yang lebih baik.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa jurnal ini masih jauh dari kata sempurna. Akan tetapi, bukan berarti jurnal ini tidak berguna dan bermanfaat. Besar sekali harapan penulis semoga jurnal ini dapat memberikan manfaat baik itu bagi pembaca khususnya penulis dan yang lain.



DAFTAR RUJUKAN

Referensi Buku:
Arikonto, Suharismi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Bina Aksara, 1989.
Birowo, Antonius. Metode Penelitian Komunikasi. Yogyakarta: Gintanyali, 2004.
Komishi, Seiichi dan Keiji Nakamur. Penemuan Film, Jakarta: Elex Media Komputindo, 2002.
Morrisan. Media Penyiaran:Strategi Mengelola Radio dan Televisi. Tangerang: Ramdina Prakarsa, 2005.
Rakhmat, Jalaluddin. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2011.
Sartika, Elita. Analisis Isi Kualitatif Pesan Moral dalam Film Berjudul “Kita Versus Korupsi”: eJurnal Ilmu Komuikasi. 2014.
Sobur, Alex. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006.
Waluyo, Herman J. Drama: Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta: PT. Hanindita, 2003.

Referensi Internet:



[1] Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi. (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2011), hlm. 184.
[2] Morrisan, Media Penyiaran:Strategi Mengelola Radio dan Televisi. (Tangerang: Ramdina Prakarsa, 2005), hlm. 12.
[3] Elita Sartika, Analisis Isi Kualitatif Pesan Moral dalam Film Berjudul “Kita Versus Korupsi”: eJurnal Ilmu Komuikasi, vol. 2, no. 2, (2014), hlm. 68
[4] Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi, (Yogyakarta: Gintanyali, 2004), hlm. 2.
[5] Suharismi Arikonto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT Bina Aksara, 1989), hlm. 194.
[6] Seiichi Komishi dan Keiji Nakamura, Penemuan Film (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2002), hlm. 5-7.
[7] Ibid, hlm. 21.
[8] Herman J. Waluyo, Drama: Teori dan Pengajarannya. (Yogyakarta: PT. Hanindita, 2003) hlm. 38.
[9] Alex Sobur, Semiotika Komunikasi. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 13-15.
[10] Ibid, hlm. 39-62.
[11] Ibid, hlm. 63-70.
[13] https://id.m.wikipedia.org/wiki/Alangkah-Lucunya-(Negeri_Ini) diakses pada tanggal 3 Juni 2018 pukul 6.51

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[Day-4] Pencapaian Tertinggi di Usiaku

[Day-3] Harapan Terbesar Blog Miniku

ANALISIS WACANA KRITIS SOSIAL BUDAYA DAN AGAMA DALAM PUISI IBU SUKMAWATI