DAMPAK TAYANGAN KEKERASAN TERHADAP MENTALITAS GENERASI MUDA
Makalah//
Sebuah kenyataan bahwa zaman semakin
berkembang, sehingga menambah
kemudahan bagi kehidupan manusia. Semua itu terjadi akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang sangat pesat. Kepesatan
ilmu pengetahuan sampai tahapan tertentu telah menambah tingkat kesejahteraan
dan kemudahan dalam kehidupan manusia
atau
dalam istilah Yusuf Hadi Miarso, disebut dengan istilah “revolusi nasional “.[1]. Misalnya kemajuan dalam bidang
informasi, manusia dapat mengakses seluruh informasi yang tersedia, sehingga pengetahuan dan
wawasannya bertambah luas dan lebih mendalam.
Perlu diketahui bahwa media informasi
produk teknologi adalah sarana atau peralatan yang dapat mendatangkan dampak positif dan
dampak negatif sekaligus.
Dampak positif tersebut dapat menambah wawasan anak terhadap ilmu pengetahuan,.
namun dengan adanya teknologi informasi ini, kesempatan untuk
membuka jalur kepada hal-hal yang tidak baik menjadi sangat terbuka.
Kemajuan dalam bidang
teknologi termasuk teknologi informasi sudah mempengaruhi keseluruh aspek
kehidupan, mulai dari rumah tangga sampai ke instansi resmi milik pemerintah
ataupun perusahaan swasta. Lembaga Pendidikan pun tidak ketinggalan. Teknologi
informasi telah mempengaruhi
dalam dunia persekolahan (pendidikan formal), bahkan menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan
dalam pelaksanaan proses pendidikan di sekolah.
Keberadaan televisi sudah hampir merata pada kalangan masyarakat. Kini
masyarakat sangat mudah menyaksikan acara televisi hampir di semua tempat. Pada
fasilitas umum, seperti di terminal swalayan, mini market, dan di
sekolah-sekolah, televisi sudah menjadi bagian dari keberadaannya. Pada
kenyataannya di kalangan masyarakat keberadaan televisi sudah merupakan suatu
kebutuhan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keberadaan televisi ini sudah
menyebarluaskan pada kalangan masyarakat.
Di samping itu, jumlah stasiun televisi di Negara kita sangat banyak,
seperti TVRI, Indosiar, RCTI, TV One, SCTV, Metro TV, Trans 7, Global TV, dan
MNCTV beragam TV Lokal seperti Madura Channel dan JTVmadura. Pada sisi lain station-station televisi tersebut
berusaha merebut perhatian pemirsanya dengan beragam acara mulai dari acara
berita, sinetron, dan lainnya. Semua acara televisi tersebut sampai tahapan
tertentu jelas membentuk wawasan, citra/gambaran maupun pandangan para
pemirsanya tentang sesuatu.
Tak terkecuali adegan kekerasan yang
ditayangkan di televisi, sampai batas tertentu, juga mempengaruhi perilaku
pemirsanya. Akan tetapi fakta
menyatakan bahwa, apa yang dikenal dengan kenakalan remaja sudah merupakan suatu
fakta. Banyak tindak kekerasan yang terjadi, baik kekerasan dalam bentuk
perkelahian, pemukulan, kekerasan pelecehan seksual yang dilakukan remaja,
adakah itu karena adanya tontonan kekerasan yang kini semakin ditayangkan di
acara televisi. Atas dasar itulah, peneliti tertarik untuk meneliti dampak
tayangan kekerasan di televisi terhadap perilaku anak.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian tayangan kekerasan di televisi ?
2.
Apa
bentuk-bentuk tayangan kekerasan di televisi ?
3.
Apa
mental remaja dalam tayangan kekerasan di televisi ?
4.
Apa
dampak tayangan kekerasan di televisi ?
C.
Tujuan
1. Mendeskripsikan pengertian tayangan kekerasan di televisi.
2. Mendeskripsikan bentuk tayangan kekerasan di televisi.
3. Mendeskripsikan mental remaja dalam tayangan kekerasan di televisi.
4. Mendeskripsikan dampak tayangan kekerasan di televisi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Tayangan Kekerasan di Televisi
Tayangan
kekerasan adalah acara televisi yang di dalam tanyangan tersebut berisi bentuk-bentuk kekerasan fisik. Seperti peperangan,
perkelahian, prilaku kasar, mimik dan pantomimik yang garang, yang dikemas
dalam bentuk tayangan langsung (berita), cerita lepas, sinetron atau talk show.[2]
Jadi, tayangan
kekerasan tidak hanya mencakup kekerasan fisik saja, melainkan dalam bentuk
kekerasan kata-kata dan bentuk-bentuk tayangan perilaku negatif lainnya. Maksud
dari tayangan tersebut membentuk sebuah berita yang dikemas dalam acara
televisi, untuk menginformasikan kepada pemirsanya bahwa ada sebuah kejadian
faktual yang perlu diketahui oleh masyarakat.
Pada
dasarnya kalau tayangan tersebut masih belum melihat dampak yang akan
bergejolak di masyarakat. Oleh karenanya sebuah tayangan televisi yang berhubungan
dengan tindakan kekerasan perlu adanya sebuah peringatan-peringatan pada
pemirsanya. Agar pikirannya tidak terganggu oleh berita tersebut terutama anak
di bawah umur.
Bentuk-bentuk
berita yang diberikan oleh acara televisi perlu adanya pengawalan yang ketat
oleh orang tua, agar anak yang menonton tidak dibiarkan lepas berpikir bebas
dalam mengambil sebuah berita. Orang tua adalah
orang yang sering melihat perkembangan anak. Seharusnya orang tua selalu
memberikan sebuah pengertian terhadap anaknya tentang apa yang dimaksud dengan
tayang kekerasan, dampak dari adanya tayangan kekerasan dan dapat juga
mengarahkan maksud dari acara yang ditontonnya.
Pada dasarnya media yang
canggih (radio, televisi, internet,
dan hand phone) merupakan
media yang termasuk pada audio-Visual, yang
mempunyai kelebihan-kelebihan tertentu, yang berdampak pada pengembangan
pengetahuan bagi anak, seperti internet merupakan bidang yang menarik untuk
dijelajahi karena relatif baru. Kemajuan dan penggunaan transpormasi serta
media elektronik (radio, televisi, internet), kontak interaksi sosial ummat
manusia untuk berkomunikasi itu juga semakin maju, namun perlu dijaga tentang
dampak negatif yang akan terjadi pada anak generasi muda saat ini.
Begitupun dengan
media televisi yang dapat memberikan sebuah informasi baru pada anak,
untuk lebih mengetahui tentang perkembangan dan kejadian-kejadian tindak
kekerasan baik secara nasional maupun internasional yang ada. informasi ini
dapat memberikan sebuah pengetahuan
langsung bagi anak tentang berita atau informasi
yang diserap melalui televisi tersebut.
Media televisi
merupakan sebuah perangkat informasi untuk memberikan sebuah informasi
secara cepat bagi anak remaja. Jadi informasi
tidak akan berjalan dengan lancar apabila tidak menggunakan media. Pada
dasarnya media televisi dapat memberikan informasi pada anak dan dapat mengakses sebuah
pengetahuan yang baru pada anak itu sendiri.
B.
Bentuk-bentuk Tayangan Kekerasan di Televisi
Dalam sebuah acara televisi banyak yang termasuk katagori
tayangan kekerasan, yang bisa mengganggu
psikis anak saat mengikuti acara tersebut. Oleh karenanya pada saat anak
menonton televisi perlu didampingi, untuk memberikan penjelasan dari tayangan
yang sedang ditonton, agar anak dapat berkesimpulan secara positif.
Adapun bentuk tayangan televisi yang termasuk pada
katagori kekerasan di antaranya:
1. Kartun Naruto di GlobalTV.
2. Kartun Boboi boy di MNCTV.
3. Kartun Spiderman di GlobalTV
4. Kartun Kura-kura Ninja Di GlobalTV
5. Filem Transformer di TransTV.
6. Sinetron Anak jalanan di RCTI.
7. Cermin Kehidupan, di Trans7 jam tayang pukul
08:00 WIB.
8. Dan tayangan kongkretnya seperti Opak’15(Orientasi
Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan 2015) yang dilakukan pada tahap masuk
ke lingkungan kampus.
Pada
acara seperti di atas banyak anak muda sekarang, yang
meniru dari sebuah tayangan televisi.
Pada akhirnya dicoba pada teman-temannya, memang pada awal mulanya adalah untuk
bergurau, namun dari bentuk bergurau tersebut akhirnya terjadi sebuah kejadian
yang tidak diinginkan, hal ini karena tingkat psikologis anak masih belum bisa
menyeleksi bentuk tayangan televisi yang ditontonnya.
Bentuk-bentuk
kekerasan ini ada 3 hal yaitu kekerasan fisik(phisykal abuse) adalah
perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. Kekerasan
psikis/emosional(emotional abuse) adalah perbuatan yang mengakibatkan
ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak,
dan rasa tidak berdaya. Dan kekesaran seksual (sexsual abuse) adalah
pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap salah seorang dengan orang lain bertujuan untuk komersial
atau tujuan tertentu.[3]
Pada
dasarnya kekerasan fisik menunjukkan pada cedera, bukan karna kecelakaan tetapi
hasil dari pemukulan dengan suatu benda atau beberapa penyerangan. Bentuk-bentuk
kekerasan fisik ini seperti dicubit, dijewer, dijambak, dijitak, digigit,
dicekik, diikat, didorong, dilempar, dibacok, ditusuk, dan lain sebagainya yang
berkenaan dengan kekerasan fisik. Kekerasan fisik ini sangat menyiksa jasad
manusia.
Banyak
diberita-berita yang menyiarkan
kekerasan fisik ini seperti kasus di tahun 2006 anak SD telah menjadi korban
luka ringan dan berat akibat perlakuan teman-temannya yang berlebihan. Bahkan
di akhir November 2006, sudah ada dua anak SD yang meninggal akibat kebrutalan
teman-temannya, yang sebenarnya tidak sedang bermusuhan atau berkelahi.
Tentu
saja perilaku ini tidak muncul dengan sendirinya, pasti ada sebuah proses
ketika anak yang asalnya lugu dan berprilaku normal, kemudian menjadi beringas
dan kasar terhadap teman-temannya. Setelah diselidiki, ternyata fenomena
kekerasan di kalangan anak-anak yang telah menelan banyak korban jiwa dan
cedera ini diakibatkan sebuah tontonan yang tidak pantas disaksikan anak apalagi
di praktekan, yaitu Smack Down.
Dari
kasus di atas ini bahwa tayangan-tanyangan kekerasan di dalam sebuah
acara-acara di televisi baik berupa Animation maupun perfileman, tak layak
untuk dilihat oleh anak muda sekarang ini, karna zaman sekarang sudah jauh
berbeda dengan zaman nenek moyang kita. Dunia kita ini sudah dipengaruhi oleh
kecanggihan yang dikembangkan oleh orang barat. Dan anak-anak kecil harus
dihindarkan untuk melihat tayangan-tayangan yang berkaitan dengan kekerasan. Agar
si anak tidak meniru adegan-adegan yang akan membuat rugi pada dirinya sendiri.
Bukan
hanya kekerasan fisik saja yang
menjadikan suatu hambatan dalam sebuah kehidupan, melainkan kekerasan
psikis pun juga menjadi hambatan dalam kehidupan. Karna kekerasan ini sangat
mengacu pada emosi setiap anak seperti mendiskriminatif, meneror, mengancam.
Disisi lain bentuk kongkret tindak
kekerasan mental seperti digunduli, diancam, diusir, dijemur, disekap, dipaksa
kerja. Terkait kekerasan psikis disini kasus kongkretnya seperti Opak’15(Orientasi Pengenalan Akademik dan
Kemahasiswaan 2015) yang dilakukan pada tahap masuk ke lingkungan kampus.
Itu juga termasuk salah satu contoh nyatanya kekerasan batin.
Sedangkan
kekerasan seksual menunjukkan kepada setiap aktivitas seksual, berupa
penyerangan atau tanpa penyerangan. Kalau dalam
katagori penyerangan, menimbulkan penderita berupa cedera fisik.
Sedangkan tanpa penyerangan menderita trauma emosional seperti dirayu, dicolek,
dipeluk dengan paksa, dan diperkosa.
Kalau kasus kongkret dari kekerasan seksual
ini sangat banyak sehingga anak perempuan diusia 8-10th sudah menjadi korban
kekerasan seksual. Diberita-berita pun sudah banyak disiarkan dalam media massa bahwa zaman sekarang sudah banyak kekerasan seksual pada anak dan
norma-norma anak pun dihiraukan.
Tidak
hanya di televisi saja tayangan kekerasan itu ada. Ketika tayangan kekerasan
itu ditayangkan di televisi pada jam-jam yang tidak mungkin di tonton usia anak, mereka masih sangat terbuka menyaksikannya
lewat VCD, Youtube pada ponsel yang canggih, bahkan gambaran-gambaran.
Akibatnya, anak-anak tergila-gila dengan tayangan kekerasan, sehingga korban
pun berjatuhan. Betapa mengerikannya sebuah layar kaca yang tidak di barengi
dengan sebuah daya sensor etika, moral, dan nilai-nilai ini telah mampu
mengubah segalanya menjadi sangat dramatis dan mengerikan.
C. Mental Remaja Dalam Tayangan Kekerasan di Televisi
Sering
kali dengan gampang orang mendefinisikan remaja sebagai periode transisi antara
masa anak-anak ke masa dewasa, atau masa usia belasan tahun, atau jika
seseorang menunjukkan tingkah laku tertentu seperti susah diatur, mudah
terangsang perasaanya dan sebagainya.[4]
Dari
definisi remaja di atas bahwa sangat nampak mental remaja pada anak remaja
sekarang, yang sulit untuk di rubah karna efek dari berbagai macam tayangan
yang dilihat di televisi. Mental itu identik kemampuan, dari segi batin dan watak
setiap remaja. Banyak anak
yang meronta dan melawan pada orang tuanya sendiri. Terkadang banyak berita
yang beredar di media massa bahwa anak melakukan kekerasan terhadap orang tua,
baik kekerasan fisik maupun psikis.
Perkembangan
inteligensi pada remaja merupakan kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri
terhadap situasi baru, secara cepat dan tepat, atau keseluruhan kemampuan
individu untuk berfikir dan bertindak secara terarah serta mengolah dan
menguasai lingkungan secara efektif.
Jadi inteligensi mengandung unsur-unsur pikiran atau rasio.
Masa
remaja merupakan masa yang penuh emosi. Dalam perkembangan jiwa remaja adalah
adanya emosi yang meledak-ledak dan sulit untuk dikendalikan. Jadi pada emosi
seperti ini, pada satu sisi menyulitkan dan membahayakan, sebab jika remaja
tidak mampu mengendalikan situasi dalam rangkaian konflik peran dan mengikuti
gejolak emosinya, maka besar kemungkinan akan menempuh jalan yang salah.
Seperti
kasus di madura salah seorang anak remaja yang tega membunuh neneknya sendiri,
dan berketepatan pada waktu itu dipecat dari pekerjaannya. Alasan tidak sewajarnya
karna ia bosan dan sudah tidak tahan mendengar kerewelan neneknya hingga anak
remaja itu pun dengan semudahnya membunuh neneknya sendiri.
Dari
kasus di atas ini bahwa mental anak sangat mudah merespon dari berbagai hal,
baik dari segi tontonah televisi maupun dari
pergaulan bebas. Remaja sebagai sosok yang paling agresif dalam
merespon perkembangan zaman khususnya tayangan-tayangan televisi, Jadi perlu adanya penjagaan dengan ketat dari orang tuanya.
D. Dampak Tayangan Kekerasan di Televisi
Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa remaja itu
masih belum mampu untuk menguasai fungsi-fungsi fisik maupun psikisnya.
Ditinjau dari segi tersebut mereka masih tergolong kanak-kanak.[5]
Jadi masa remaja itu adalah masa peralihan yang
ditempuh oleh seseorang dari kanak-kanak
menuju dewasa. Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan remaja sangat
membutuhkan sosok idola yang akan dijadikan sebagai bahan dalam meniru, baik
bahan dalam meniru unsur penampilan, perkataan atau meniru pola bersikap dan
sebagainya.
Salah satu sumber dalam
memunculkan tokoh idola adalah melalui tontonan acara televisi. Dari tontonan
tersebut remaja menemukan tokoh idolanya, baik idola dalam hal penampilan,
dalam hal ketangkasan, dalam hal bersikap dan sebagainya. Sehingga mereka akan
berusaha untuk meniru dan menjadi sama dengan tokoh yang diidolakannya.
Dunia remaja merupakan masa dimana setiap insan
selalu mencari dan serba ingin tahu. Keingintahuan ini ditarik pada wilayah
dimana pencipta tayangan televisi memberikan suguhan-suguhan lewat sebuah
rekayasa layar kaca seolah-olah menarik dan sedap dipandangan mata.[6]
Gambaran
di televisi dihiasi sebuah realitas yang terbalik dari kehidupan berperadaban.
Sikap tayangan yang ada hanya segumpal nafsu birahi, segudang kata-kata kotor,
tajamnya mata yang terbelalak kemerah-merahan, dan tamparan-tamparan tangan
yang senantiasa melayang ke wajah(teman, orang tua, bahkan anak kecil). Oleh
karna itu, tidak aneh jika remaja sekarang memperagakan segala sesuatu yang
terpampang di layar kaca.
Dengan demikian sudah jelas bahwa tayangan
kekerasan dapat berdampak pada para remaja, baik dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positifnya mereka
dapat meniru perilaku heroik dari tokoh yang diidolakannya, sedangkan dampak
negatifnya adalah mereka dapat saja meniru adegan atau prilaku kekerasan dari
tokoh yang diidolakannya karena sudah terlanjur senang dan gemar.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tayangan kekerasan adalah acara televisi yang di dalam tanyangan tersebut berisi bentuk-bentuk kekerasan fisik.
Tayangan kekerasan ini tidak hanya mencakup kekerasan fisik saja, melainkan dalam bentuk
kekerasan kata-kata dan bentuk-bentuk tayangan perilaku negatif lainnya. Seperti peperangan,
perkelahian, prilaku kasar, mimik yang
garang, yang dikemas dalam bentuk tayangan.
Bentuk-bentuk tayangan kekerasan di
televisi ini seperti filem animation Boboi Boy, Naruto , dan lain sebagainya.
Disisi lain bentuk-bentuk kekerasan itu ada 3 hal yaitu kekerasan fisik,
kekerasan psikis dan kekerasan seksual. Pada dasarnya kekerasan fisik ini menunjukkan pada cedera, kalau kekerasan
psikis ini menunjukkan pada kekerasan batin sedangkan kekerasan seksual ini
mengarah pada pemaksaan hubungan seksual.
Masa remaja merupakan masa yang penuh emosi. Dalam perkembangan
jiwa remaja adalah adanya emosi yang meledak-ledak dan sulit untuk
dikendalikan. Mental remaja pada anak remaja sekarang, sulit untuk di rubah
karna efek dari berbagai macam tayangan yang dilihat di televisi. Mental itu identik kemampuan, dari segi batin dan
watak setiap remaja.
Dengan demikian sudah jelas bahwa tayangan
kekerasan dapat berdampak pada para remaja, baik dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positifnya mereka
dapat meniru perilaku heroik dari tokoh yang diidolakannya, sedangkan dampak
negatifnya adalah mereka dapat saja meniru adegan atau prilaku kekerasan dari
tokoh yang diidolakannya karena sudah terlanjur senang dan gemar.
B. Saran
Tayangan
kekerasan menunjukkan perilaku yang tidak baik pada pemirsanya atau pada anak
generasi muda baik sekarang maupun masa yang akan datang. Sudah jelas dari segi
bentu-bentuk tayangan kekerasan di televisi sangat berdampak negatif, yang akan
merugikan pada mentalitas remaja atau pada kanak-kanak. Jadi perlu adanya
penjagaan pada remaja untuk mendapatkan bennih yang lebih baik.
DAFTAR RUJUKAN
Gultom, Maidin. Perlindungan
Hukum Terhadap Anak
dan Perempuan . Bandung: PT Refika Aditama,2012.
Hadi, Yusuf Miarso.
Menyemai
Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta:
Kencana, 2005.
Mulyani, Dewi
dan Roni Tabroni. Remaja Modern. Bandung:
Sidqah Semesta,2011.
Oger, Hernandez E. Remaja dan Media. Bandung
: Pakar Raya, 2007.
Rahayu, Siti Haditono. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta:
Gadjah Mada Universitas Press, 2006.
W.Sarwono, Sarlito. Psikologi
Remaja. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2013.
[1] Yusuf Hadi Miarso, Menyemai
Benih Teknologi Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2005), hlm. 481.
[3] Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan , (Bandung:PT Refika Aditama,2012), hlm.16-17.
[4] Sarlito W.Sarwono,Psikologi Remaja,(Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2013), hlm.2.
[5] Siti Rahayu Haditono,Psikologi Perkembangan,(Yogyakarta:Gadjah
Mada Universitas Press,2006),hlm.259.
[6] Dewi Mulyani
dan Roni Tabroni,Remaja Modern,(Bandung: Sidqah Semesta,2011), hlm.34.
Komentar
Posting Komentar